Definisi
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar diatas normal yang disebabkan oleh sekresi Growth Hormone (GH) berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis.2
Etiopatologi
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone pertumbuhan3
Neoplasma penghasil GH ,termasuk tumor yang menghasilkan campuran GH dan hormone lain (missal,prolaktin), merupakan tipe adenoma hipofisis fungsional kedua tersering. Secara mikroskopis , adenoma penghasil GH terdiri atas sel bergranula padat atau jarang , dan pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan GH didalam sitoplasma sel neoplastik.3
Sekitar 40% adenoma sel somatotrof memperlihatkan mutasi mutasi pengaktifan pada gen GNAS1 di kromosom 20q13, yang mengkode sebuah subunit α protein G heterodimerik stimulatorik yang dikenal sebagai G . Protein G berperan penting dalam transduksi sinyal , dan pengaktifan protein Gs dikaitkan dengan peningkatan enzim intrasel adenil-siklase dan produknya , adenosine monofosfat siklik (cAMP). AMP siklik bekerja sebagai stimulant mitogenik kuat bagi somatotrof hipofisis.3
Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum epifisis menutup, seperti pada anak prapubertas menutup , seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang berkelibahan menyebabkan gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan umum ukuran tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Jika peningkatan kadar GH , atau terdapat setelah penutupan epifisis, pasien mengalami akromegali, yang pertumbuhannya terutama terjadi pada jaringan lunak, kulit, dan visera, serta , serta pada tulang wajah, tangan ,dan kaki. 3
Epidemiologi
Gigantisme sangat langka, dengan sekitar 100 melaporkan kasus sampai saat ini. Acromegaly lebih umum daripada giantism, dengan insiden 3-4 kasus per juta orang per tahun dan prevalensi 40-70 kasus per juta penduduk.4
Peningkatan IGF-I sama pada pria dan wanita.Dalam serangkaian 12 anak-anak, adenoma sekresi GH terjadi dengan rasio perempuan-ke-laki-laki dari 1:2. Mengingat ukuran kecil dari seri ini, gangguan ini tidak akan menampilkan bias seks selama masa kanak-kanak.4
Patofisiologi
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan . keadaan ini diakibatkan oleh tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.4
Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis anterior menjadi sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut. Hal ini mengakibatkan sekresi hormone pertumbuhan menjadi sangat tinggi. Akibatnya, seluruh jaringan tubuh tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada Gigantisme, hal ini terjadi sebelum masa remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang bersatu dengan batang tulang sehingga tinggi badan akan terus meningkat (seperti raksasa).4
Biasanya penderta Gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan hormone pertumbuhan tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh sehingga banyak glukosa yang beredar di pembuluh darah. Dan sel-sel beta pulau Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira 10 persen pasien Gigantisme menderita Diabetes Melitus.4
Pada sebagian besar penderita Gigantisme, akhirnya akan menderita panhipopitutarisme bila Gigantisme tetap tidak diobati sebab Gigantisme biasanya disebabkan oleh adanya tumor pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai merusak kelenjar itu sendiri.4
Bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat , dan pasien akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan somatic selesai , hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak yang disebut akromegali. Penebalan tulang terutama pada wajah dan anggota gerak. Akibat penonjolan tulang rahang dan pipi, bentuk wajah menjadi kasar secara perlahan dan tampak seperti monyet.
Tangan dan kaki membesar dan jari-jari tangan kaki dan tangan sangat menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih besar, tetapi bentuknya akan makin menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar dan lebih lebar, dan penderita menceritakan mereka harus mengubah ukuran sepatunya. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak. Sering terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh jaringan yang menebal. Dan karena hormone pertumbuhan mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting tubuh, penderita sering mengalami problem metabolisme termasuk diabetes mellitus.4
Tangan dan kaki membesar dan jari-jari tangan kaki dan tangan sangat menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih besar, tetapi bentuknya akan makin menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar dan lebih lebar, dan penderita menceritakan mereka harus mengubah ukuran sepatunya. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak. Sering terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh jaringan yang menebal. Dan karena hormone pertumbuhan mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting tubuh, penderita sering mengalami problem metabolisme termasuk diabetes mellitus.4
Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada inspeksi. Raut wajah menajdi makin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke depan) dan gigi-geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara.4
Deformitas tulang belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan perubahan fisologik lengkung tulang belakang. Pemeriksaan radiografik tengkorak pasien akromegali mnunjukkan perubahan khas disertai pembesaran sinus paranasalis, penebalan kalvarium, deformitas mandibula (yang menyerupai bumerang), dan yang paling penting ialah penebalan dan destruksi sela tursika yang menimbulkan dugaan adanya tumor hipofisis.4
Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai hemianopsia bitemporal akibat penyebaran supraseral tumor tersebut, dan penekanan kiasma optikum.4
Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi dan juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien, akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan. CT scan dan MRI pada sela tursika memperlihatkan mikroadonema hipofisis, serta makroadonema yang meluas ke luar sel mencakup juga sisterna di atas sela, dan daerah sekitar sela, atau sinus sphenoid.4
Manifestasi Klinis
Manusia dikatakan berperawakan raksasa (gigantisme) apabila tinggi badan mencapai dua meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi hingga mencapai 2 meter atau lebih dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjdi karena jaringan lunak seperti otot dan lainnya tetap tumbuh. gigantisme dapat disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar hingga menekan khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata.4
Presentasi pasien dengan gigantisme biasanya dramatis, tidak seperti acromegaly pada orang dewasa yang membahayakan. Alasan untuk perbedaan ini mencakup pemantauan penutupan pertumbuhan anak dan tulang rawan mereka relatif responsif pertumbuhan-piring. Anak-anak dengan gigantisme memiliki efek beberapa jaringan lunak (misalnya, edema perifer, fitur wajah kasar) karena pertumbuhan linier yang cepat pada mereka.4
· Percepatan longitudinal pada pertumbuhan linier sekunder untuk kelebihan IGF-I adalah fitur cardinal klinis pada gigantisme4.
· Tumor massa dapat menyebabkan sakit kepala, perubahan visual karena kompresi saraf optik, dan hypopituitarism.4
· Temuan umum dari kelebihan GH adalah hiperprolaktinemia, yang bermanifestasi pada masa kanak-kanak karena mammosomatotrophs adalah jenis yang paling umum sel GH-mensekresi terlibat dalam gigantisme masa kanak-kanak.4
Semua parameter pertumbuhan terpengaruh, meskipun tidak selalu simetris. Seiring waktu, IGF-I kelebihan ditandai dengan pengrusakan kosmetik progresif dan manifestasi organ sistemik. manifestasi fisik meliputi4:
· Bertubuh tinggi4
· Ringan-sampai sedang obesitas (umum)4
· Macrocephaly (mungkin mendahului pertumbuhan linier)4
· Hipertrofi jaringan lunak4
· Berlebihan pertumbuhan tangan dan kaki dengan jari-jari tebal dan jari kaki4
· Fitur wajah yang kasar4
· Prognathism4
· Hiperhidrosis4
· Neuropati perifer (misalnya, carpel tunnel syndrome)4
· Penyakit kardiovaskular (misalnya, hipertrofi jantung, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri) jika IGF-I kelebihan berkepanjangan4
· Tumor jinak, termasuk mioma rahim, hipertrofi prostat, polip usus, dan tag kulit, yang sering di acromegaly (Dokumentasi prevalensi tinggi keganasan pada pasien dengan acromegaly masih kontroversial.)4
· Sering dikaitkan endocrinopathies (misalnya, hipogonadisme, diabetes dan / atau toleransi glukosa, hiperprolaktinemia)4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan Laboratorium5
- Pemeriksaan glukosa darah:
Gigantisme (+) : glukosa darah meningkat5
- Pemeriksaan Growth Hormone darah atau SM-C (IGF 1):
Gigantisme (+) : peningkatan GH darah atau SM-C (IGF 1)5
- Pemeriksaan Somatostatin:
Gigantisme (+) : somatostatin meningkat5
b. Pemeriksaan radiologi5
- CT-Scan5
- MRI (Magnetic Resonance Imaging) 5
Roentgenogram tengkorak dapat menunjukkan pembesaran sella tursika dan sinus paranasalis ; sken tomografi komputasi atau foto resonansi nmagnetik (MRI) menampakkan tumor. Ikatan falangs dan bertambahnya penebalan bantal tumit adalah biasa. Maturasi tulang adalah normal.5
Diagnosis Banding
Pada diagnosis banding , perawakan tinggi herediter harus dipertimbangkan ; pada keadaan ini biasanya ada ketinggian abnormal pada salah satu atau kedua orang tua atau sanak family terdekat. Orang yang tinggi demikian cukup proporsional dan tidak ada penekanan tekanan intracranial. Pertumbuhan yang berlebihan selama praremaja pada anak yang gemuk merupakan keadaan sementara; meskipun anak demikian dapat menjadi tinggi, mereka tidak mencapai ketinggian raksasa. Anak dengan pubertas prekoks seringkali tinggi luar biasa tetapi tidak berkembang menjadi jangkung karena epifisisnya menutup awal dan pertumbuhan berhenti secara premature.5
Penderita dengan perawakan tinggi yang terkait dengan hipogonadisme atau sindrom Marfan dengan mudah dibedakan secara klinis dan memiliki kadar GH normal. Gigantisme dan peningkatan kadar GH dapat terjadi pada beberapa penderita dengan lipodistrofi, tetapi tidak adanya lemak subkutan merupakan penemuan yang khas.5
Penatalaksanaan
Pengobatan4
Tujuan pengobatan adalah :
Tujuan pengobatan adalah :
a) Menormalkan kembali kadar GH atau IGF-1.4
b) Memperkecilkan tumor atau menstabilkan besarnya tumor4
c) Menormalkan fungsi hiposis4
Dikenal 3 macam terapi, yaitu:
A. Terapi pembedahan4
Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal dua macam pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedah makro dengan melakukan pembedahan pada batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro (TESH atau trans ethmoid sphenoid hypophysectomy). Cara terakhir ini (TESH) dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut antara celah infra orbita dan jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor hipofisis. Hasil yang didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan mencapai kadar HP yang diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut juga sangat ditentukan oleh besarnya tumor.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6 – 20% kasus, namun pada umumnya dapat diatasi. Komplikasi pasca operasi dapat berupa kebocoran cairan serebro spinal (CSF leak), fistula oro nasal, epistaksis, sinusitis dan infeksi pada luka operasi.
Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunnya kadar GH di bawah 5 µg/l. Dengan kriteria ini keberhasilan terapi dicapai pada 50 – 60% kasus, yang terdiri dari 80% kasus mikroadenoma, dan 20 % makroadenoma.
B. Terapi radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau tindakan operasi tidak memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau masih terdapat gejala akut setelah terapi pembedahan dilaksanakan.
Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH , tetapi dapat pula mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya mempunyai korelasi dengan lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk menyebutkan bahwa, terjadi penurunan GH 50% dari kadar sebelum disinar (base line level), setelah penyinaran dalam kurun waktu 2 tahun, dan 75% setelah 5 tahun penyinaran.
Peneliti lainnya menyebutkan bahwa, kadar HP mampu diturunkan dibawah 5 µg/l setelah pengobatan berjalan 5 tahun, pada 50% kasus. Kalau pengobatan dilanjutkan s/d 10 tahun maka, 70% kasus mampu mencapai kadar tersebut.
C. Pengobatan medis dengan menggunakan ocreotide,4
Suatu analog somatostatin, juga tersedia. Ocreotide dapat menurunkan supresi kadar GH dan IGF-1, mengecilkan ukuran tumor, dan memperbaiki gambaran klinis.
Prognosis
• Lamanya proses berlangsung4
• Besarnya tumor4
• Tingginya kadar GH pre-operatif4
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008
2. Price, Sylviana Anderson dan Wilson , Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit edisi 6 Vol.2. Jakarta : EGC. 2005
3. Robbins,staney L, khumar, vinnay, cotran, ramzi S. Buku Ajar Patologi edisi 7 vol.2. Jakarta : EGC.2007
4. http: //www.medicine.com
5. Behrman, Richard E, kliegman, Robert M. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 Vol.3. Jakarta : EGC 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar