19 Januari, 2012

UVEITIS ANTERIOR

BAB I
PENDAHULUAN
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata,dimana dinding bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,uvea,badan kaca dan retina.Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon.Uvea merupakan jaringan lunak,terdiri dari iris,badan siliar dan koroid.7
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.1,2
Uveitis umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit,fotofobia,dan penglihatan yang kabur,mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.1
Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Keterkaitan antara uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi genetik HLA-B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et al.1,2
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.Di Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular.Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal ­sampai 50 tahun. 1,3
Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri ocular,Fotofobia,penglihatan kabur, dan mata merah.Pada pemeriksaan didapatkan tajam penglihatan menurun,terdapat injeksi siliar,KP,flare,hipopion,sinekia posterior,tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema macular.1,2,3
Tujuan penulisan  ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai definisi, etiologi dan fisiologi anatomi, patofisiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari uveitis anterior.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.
ETIOLOGI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.5
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan infeksi. 1,3, 4,5,6
ANATOMI FISIOLOGI
Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior. 6,7
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. 5,6
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripa. Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.
mata-11
Gambar 1. Anatomi mata
Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke coa dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.6
Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saaraf parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis. 5,6,7
Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat didalam nervi siliaris. 7
Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat. 5
mata-2
Gambar 2. Srkulasi Humour Aquous
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Didalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang merupakn penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel. 6,7
PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. 2,8
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior). 2,8
mata-3
Gambar 3. Uvea
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion. 2,8
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans). 2,8
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8
KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.
Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.

Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa

Non granulomatosa
Granulomatosa
Onset
Akut
Tersembunyi
Sakit
Nyata
Tidak ada atau ringan
Fotofobia
Nyata
Ringan
Penglihatan kabur
Sedang
Nyata
Merah sirkumkorneal
Nyata
Ringan
Perisipitat keratik
Putih halus
Kelabu besar
Pupil
Kecil dan tak teratur
Kecil dan tak teratur (bervariasi)
Synechia posterior
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Nodul iris
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Tempat
Uvea anterior
Uvea posterior dan posterior
Perjalanan
Akut
Menahun
Rekurens
Sering
Kadang-kadang
Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu,jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.
Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan uveitis anterior akut, yaitu:
1. Traumatic Anterior Uveitis
Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya terdapat riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya Uveitis Anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular mungkin terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber. 9
2.Idiopathic Anterior Uveitis
Istilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatic. Diagnosis ini ditegakan sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan.9
3.HLA-B27 Associated Uveitis
HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome. Mekanisme pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien dengan genotype seperti ini tidak diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter, Inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang. 9
4.Behcet’s Diseases/syndrome
Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut Uveitis Anterior dan ulkus pada mulut dan genital. Penyakit behcet yang menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah sangat langka. 9
5.Lens Associated Anterior Uveitis
Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior chamber dan penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-anaphylactic andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma; dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema).9
6.Masquerade syndrome
Merupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma, leukemia, retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat menimbulkan Uveitis Anterior.9
Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :
1. Juvenile Rheumatoid Arthritis
Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan test ANA ( Anti Nuklear Antibody ), yang merupakan pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak perempuan dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis Anterior. 9
2. Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis
Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis, tuberculosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam Uveitis Anterior baik primer ataupun sekunder dari uveitis posterior.9
3. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis
Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pasien Uveitis Anterior.9
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2
mata-4
Gambar 4. Uveitis anterior granulomatosa dengan muttan-fat keratic presipitat dan nodul koeepe dan busacca
Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.2
mata-5
Gambar 5. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada permukaan iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit., konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2,8
Tabel 1 Berat ringannya flare dan Cells
Grade Flare Cells
0 tidak ada tidak ada
1+ flare tipis atau lemah 5-10 /lapang pandang
2+ Flare tingkat sedang (Iris dan lensa secara 10-20/lapang pandang
diteil masih tampak)
3+ kekeruhan lebih berat (Iris dan lensa 20-50/lapang pandang
diselimuti kekeruhan
4+ flare sngat berat (penggumpalan fibrin pada >50/lapangpandang
humur aquos)
Adapted from Hogan MH, Kimura SJ, Thygeson P. Signs and symptoms of uveitis: I. Anterior uveitis. Am J Ophthalmol 1959;47:162-3.
Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat ringan. 2,8
Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior.2,8
Tabel 2 Pembagian Uveitis Anterior secara klinis* *
Ringan
Sedang
Berat
Keluhan ringan sampai sedang
VA 20/20 to 20/30
Kemerahan sirkumkornel superficial
Tidak ada KPs (keratic presipitat)
1+ cells and flare
tekanan intraokuler berkurang < 4 mmHg
Keluhan sedang sampai berat
VA from 20/30 to 20/100
Kemerahan sirkumkornel dalam
Tampak KPs
1-3+ cells and flare
Miotic, sluggish pupil
Sinekia posterior ringan
Udem iris ringan
tekanan intraokuler berkurang 3-6 mm Hg
Anterior virtreous cells
Keluhan sedang sampai berat
VA < 20/100
Kemerahan sirkumkornel dalam
Tampak KPs
3-4+ cells and flare
pupil terfiksir
Sinekia posterior (fibrous)
Tidak tampak kripte pada iris
tekanan intraokuler meningkat
cells anterior sedang sampai berat
* Reprinted with permission. Catania LJ. Primary care of the anterior segment,2nd ed. Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:371.
Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterio atau seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang lensa (katarak kortikalis posterior).2,8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)
Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila  dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda. 10,11
Tabel 3: Anjuran pemeriksaan Untuk mengetahui penyebab sistemik uveitis anterior
Penyakit yang dicurugau berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik
Hasil laboratorium
Pemeriksaan radiologi
konsultasi
Pemeriksaan lainnya
Ankylosing spondylitis
ESR,(+)
HLA-B27
Sacroiliac x-
rays
Rheumatologist
Inflammatory bowel disease
(+)HLA-B27
Internist or
gastroenterologist
Reiter’s syndrome
ESR,(+)
HLA-B27
Joint x-
rays
Internist,
urologist,
rheumatologist
Cultures;
conjunctival,
urethral, prostate
Psoriatic arthritis
(+)HLA-B27
Rheumatologist, dermatologist
Herpes
Diagnosis klinis
Dermatologist
Behcet’s disease
(+)HLA-B27
Internist or
Rheumatologist
Behcet’s skin puncture
test
Lyme disease
ELISA or Lyme
immunofluorescent assay
Internist,
rheumatologis
Juvenile rheumatoid arthritis
ESR,(+)ANA,
(-)Rheumatoid factor
Joint x- rays
Rheumatologist or
pediatrictian
Sarcoidosis
Angiotensin converting
enzyme (ACE)
Chest x-ray
Internist
Syphilis
(+)RPR or VDRL
FTA-ABS or MHA-
TP
Internist
Tuberculosis
Chest x-ray
Internist
Purified protein derivative (PPD)
skin test
Adapted from Cullen RD,Chang B,eds.The Wills eye manual.Philadelphia:JBLippincott,1994:354-5.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis,Keratitis atau keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada konjunctivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi ciliar.
Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil melebar, tidak ada synekia posterior, dan korneanya “beruap”. 7
mata-6
Gambar 6. Glukoma akut
KOMPLIKASI
Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans, ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin disertai penyulit edema macula kistoid. 7,8
mata-7
Gambar 7: Glaucoma sudut tertutup dan Katarak matur
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical atau oral adalah ditujuan untuk mengurangi peradangan.12 Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi ocular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraocular.13
Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau nonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan galukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil. 13
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan.8 Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit. 9
Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan. 15
Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial. 15
Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air. Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat biphasic. 15
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.15
Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%, deksamentason alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan medrysone 1%. 12
Cycloplegics dan mydriatics
Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%. 9
Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs
Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk mengurang peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior. 9
Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 1­2 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating
single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. 9
Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9
Pengobatan lainnya
Jika pasien tidak koperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan topical steroid, injects subkonjuctival steroid ( seperi celestone ) akan berguna. Depot steroid seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah. 8
Injeksi peri-okular dapat diberikan dalam bentuk long acting berupa Depo maupun bentuk short acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal. 15
Indikasi injeksi periokular adalah apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan, Uveitis unilateral, pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid peri-okular merupakan kontra indikasi pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis. 15
Lokasi injeksi peri-okular sub-konjuctiva dan sub-tenon steroid repository serta Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar. Keuntungan injeksi sub-konjungtiva dan sub-tenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 2­4 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai dexametason 2­4 mg. Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar, cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid, retina dan saraf optik). 15
Komplikasi injeksi peri-okular adalah Perforasi bola mata, Injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan katarak sub-kapsular posterior, Glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk Depo di mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, Astrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.15
Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1 – 7 hari, tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setip follow-up adalah visual aquity, pengukuran tekanan intraocular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp, assasment cel dan flare, dan evaluasi respon terhadap terapi. 9
Table 4 frekuensi dan komposisi terhadap penilaian dan penanganan uveitis anterior
Tingkat keparahan
Uveitis
Anterior
Banyknya kunjungan follow up
Visual
Acuity
Cells
danFlare pada pemerisaan Slit
Lamp
Tono-
metry
Ophthalmo-
scopy
Rencana penetalaksanaan
Ringan
Setiap 4-7 hari
Ya
Ya
Ya
Jika pada visit awal belum terdiagnosa
Tatalaksana seperti di Table 6
Sedang
Setiap 2-4hari
Ya
Ya
Ya
Jika pada visit awal belum terdiagnosa
Tatalaksana seperti di Table 6
berat
Setiap 1-2hari
Ya
Ya
Ya
Jika pada visit awal belum terdiagnosa
Tatalaksana seperti di Table 6
Tabel 5 : penanganan pada uveitis anterior dan follow up
A. Mild uveitis (Optional depending on symptoms)
1. Cyclopentolate, 1% (t.i.d.) atau homatropine, 5% (b.i.d.-t.i.d.)
2. Prednisolone, 1% (b.i.d.-q.i.d.)
3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablet (q.4h)b secara oral
4. Penggunaan β bloker jka TIO meningkat
5. Reevaluasi 4-7 hari (atau jika berambah parah)
B. Refer to primary care physician for systemic evaluation (when indicated)
C. Moderate uveitis
1. Homatropine, 5% (q.i.d.) atau scopolamine, 0.25% (b.i.d.)
2. Prednisolone, 1% (q.i.d.)a
3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablets (q.4h)b secara oral
4. Penggunaan β bloker jka TIO meningkat
5. Paca mata gelap
6. Anjuran kepada pasien agar berhati-hati
7. Re-evaluasi 2-4 hari (atau bila perlu)
D. Severe uveitis
1. Atropine, 1% (b.i.d.-t.i.d.) atau homatropine, 5% (q.4h)
2. Prednisolone, 1% (q.2-4h)a
3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablets (q.3-4h) secara oral
4. Penggunaan β bloker jka TIO meningkat
5. Paca mata gelap
6. Anjuran kepada pasien agar berhati-hati
7. Reevaluasi 1-2 hari
Adapted from Catania LJ. Primary care of the anterior segment, 2nd ed.Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:372.
PROGNOSIS
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik, tanp adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.
BAB III
KESIMPULAN
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebab.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Gunawan wasisdi, Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27 Positif, FKUGM, Yogyakarta
  2. Ilyas Sidarta, Uveitis Anterior, Ilmu Penyakit Mata, ed II, FKUI, Jakarta: 2002
  3. www_preventblindness. Co.id, Causes of Anterior Uveitis . Accessed. September th. 2006:1-2
  4. www_nlm.nih.gov. co_id, veitis . Accessed. September th. 2006:1-2
  1. Wijana Nana, Uvea, Ilmu Penyakit Mata, hal 126-127
  2. K George Roger, MD, Uveitis, Nongranulomatous. www emedicine.co.id, Accessed. June th. 2005:1-3
  3. Vaughan G Daniel, anatomi dan Embriologi Mata, Oftalmologi Umum ed 14, Widya Medika, Jakarta: 2000 hal8-9
  4. www.emedicine.com
  5. www.oao.com
  6. www.healthatoz.com
  7. Wong tien YN, ” Uvetis Systemic and Tumots” , The Opthlmolgy Examinations Review, Wrld Scientific, Singapura:2001. P321-323.
  8. www.stlukesEye.com
  9. www.allaboutvision.com
  10. www.cerminduniakedokteran.com
  11. www.healthline.com
  12. www.medicallibrary.com
  13. www.mersi ocular imunology.htm