10 Desember, 2011

BUKU SAKU UROLOGI

untuk mendownload klik link di bawah
buku saku urologi

ringkasan soca blok 13

ANEMIA DEFISIENSI BESI (Fe)

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.1
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya. 1,2

PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.3

ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
  • Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
  • Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
  • Saluran kemih : hematuria
  • Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.1

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.3

PATOGENESIS
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.1

GEJALA KLINIS
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
  1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
  2. Glositis : iritasi lidah
  3. Keilosis : bibir pecah-pecah
  4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.1
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.2
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.1

DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
  1. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.
  2. Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
  3. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
  4. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.1,2
DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
  • Hb A2 meningkat
  • Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2. Anemia kaena infeksi menahun :
  • Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik.
  • Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
3. Keracunan timah hitam (Pb) :
  • Terdapat gejala lain keracunan P.
  • Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1
  • Anemia sideroblastik :
PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe :
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
4. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4

TERAPI
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
  • Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
  • Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
  1. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:
    1. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
    2. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
    3. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
  1. Intoleransi oral berat;
    Kepatuhan berobat kurang;
  2. Kolitis ulserativa;
  3. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).4
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
[2] Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
[3] Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
[4] Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and     causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.

03 Desember, 2011

Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Tes Hematologi Rutin

Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap –DPL- (complete blood count/full blood count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak penyakit lainnya.
HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:
  • Jumlah sel darah putih
  • Jumlah sel darah merah
  • Hemoglobin
  • Hematokrit
  • Indeks eritrosit
  • jumlah dan volume trombosit

Tabel 1. Nilai pemeriksaan darah lengkap pada populasi normal
parameter Laki-Laki Perempuan
Hitung sel darah putih (x 103/μL) 7.8 (4.4–11.3)
Hitung sel darah merah (x 106/μL) 5.21 (4.52–5.90) 4.60 (4.10–5.10)
Hemoglobin (g/dl) 15.7 (14.0–17.5) 13.8 (12.3–15.3)
Hematokrit (%) 46 (42–50) 40 (36–45)
MCV (fL) 88.0 (80.0–96.1)
MCH (pg) 30.4 (27.5–33.2)
MCHC 34.4 (33.4–35.5)
RDW (%) 13.1 (11.5–14.5)
Hitung trombosit (x 103/μL) 311 (172–450)
Spesimen
Sebaiknya darah diambil pada waktu dan kondisi yang relatif sama untuk meminimalisasi perubahan pada sirkulasi darah, misalnya lokasi pengambilan, waktu pengambilan, serta kondisi pasien (puasa, makan). Cara pengambilan specimen juga perlu diperhatikan, misalnya tidak menekan lokasi pengambilan darah kapiler, tidak mengambil darah kapiler tetesan pertama, serta penggunaan antikoagulan (EDTA, sitrat) untuk mencegah terbentuknya clot.
Hemoglobin
Adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.
Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.
  • Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
  • Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 – 16 g/dl sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.
  • Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.
  • Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti: Antibiotik, aspirin, antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin, rifampin, dan trimetadion.
  • Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung kongesti, dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan gentamicin.
  • Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi hari).
Hematokrit
Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.
Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu metode makrohematokrit dan mikrohematokrit/kapiler.
Nilai normal HMT:
Anak                                      : 33-38%
Laki-laki Dewasa               : 40-50%
Perempuan Dewasa       : 36-44%
Penurunan HMT, terjadi dengan pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia, penyakit hodgkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, sirosis hepatitis, malnutrisi, defisiensi vit B dan C, kehamilan, SLE, athritis reumatoid, dan ulkus peptikum.
Peningkatan HMT, terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, asidosis diabetikum,emfisema paru, iskemik serebral, eklamsia, efek pembedahan, dan luka bakar.
Hitung Eritrosit
Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah. Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung leukosit.
Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang digunakan adalah:
  • Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
  • Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
  • Natrium klorid 0.85 %
Nilai Rujukan
  • Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL)
  • Dewasa perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL)
  • Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30 (x106/μL)
  • Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL)
  • Anak usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL)
  • Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x106/μL)
Penurunan eritrosit : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan
Peningkatan eritrosit : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, penyakit kardiovaskuler
Indeks Eritrosit
Mencakup parameter eritrosit, yaitu:
Mean cell / corpuscular volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER)
MCV  = Hematokrit (l/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)
Normal 80-96 fl
Mean Cell Hemoglobin Content (MCH) atau hemoglobin eritrosit rata-rata (HER)
MCH (pg) = Hemoglobin (g/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)
Normal 27-33 pg
Mean Cellular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER)
MCHC (g/dL) = konsentrasi hemoglobin (g/dL) / hematokrit (l/l)
Normal 33-36 g/dL
Red Blood Cell Distribution Width (RDW)
RDW adalah perbedaan/variasi ukuran (luas) eritrosit. Nilai RDW berguna memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi gejala. Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit. Ukuran eritrosit biasanya 6-8µm, semakin tinggi variasi ukuran sel mengindikasikan adanya kelainan.
RDW = standar deviasi MCV / rata-rata MCV x 100
Nilai normal rujukan 11-15%
Hitung Trombosit
Adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah 100.000/ µL berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah.
Jumlah Normal: 150.000-400.000 /µL
Hitung Leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung julah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.000/μl. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl. Peningkatan jumlah leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop.
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara manual kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara automatik adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Nilai normal leukosit:
Dewasa                : 4000-10.000/ µL
Bayi / anak          : 9000-12.000/ µL
Bayi baru lahir    : 9000-30.000/ µL
Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid.
Peningkatan leukosit juga dapat menunjukan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukemia, penyakit kolagen, anemia hemolitik, anemia sel sabit , penyakit parasit, dan stress karena pembedahan ataupun gangguan emosi. Peningkatan leukosit juga bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya: aspirin, prokainmid, alopurinol, kalium yodida, sulfonamide, haparin, digitalis, epinefrin, litium, dan antibiotika terutama ampicillin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetracycline, vankomisin, dan streptomycin.
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/µL darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu leukopenia disebabkan netropenia.
Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria, alkoholik, SLE, reumaotid artritis, dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik, anemia perisiosa). Leokopenia dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama saetaminofen, sulfonamide, PTU, barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika, antidiabetika oral, indometasin, metildopa, rimpamfin, fenotiazin, dan antibiotika.(penicilin, cefalosporin, dan kloramfenikol)
Hitung Jenis Leukosit
Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit.  Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/μl).
Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.
Tabel 2. Hitung Jenis Leukosit
Jenis Nilai normal Melebihi nilai normal Kurang dari nilai normal
Basofil 0,4-1% 40-100/µL inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan infeksi atau inflamasi stress, reaksi hipersensitivitas, kehamilan, hipertiroidisme
Eosinofil 1-3% 100-300/µL Umumnya pada keadaan atopi/ alergi dan infeksi parasit stress, luka bakar, syok, hiperfungsi adrenokortikal.
Neutrofil 55-70% (2500-7000/µL)
Bayi Baru Lahir 61%
Umur 1 tahun 2%
Segmen 50-65% (2500-6500/µL)
Batang 0-5% (0-500/µL)
Inflamasi, kerusakan jaringan, peyakit Hodgkin, leukemia mielositik, hemolytic disease of newborn, kolesistitis akut, apendisitis, pancreatitis akut, pengaruh obat Infeksi virus, autoimun/idiopatik, pengaruh obat-obatan
Limfosit 20-40% 1700-3500/µL
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
infeksi kronis dan virus kanker, leukemia, gagal ginjal, SLE, pemberian steroid yang berlebihan
Monosit 2-8% 200-600/µL
Anak 4-9%
Infeksi virus, parasit, anemia hemolitik, SLE< RA Leukemia limfositik, anemia aplastik
Laju Endap Darah
Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.
Prosedur pemeriksaan LED yaitu:
  1. Metode Westergreen
  • o Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
  • o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
  • o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar matahari langsung.
  • o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
  1. Metode Wintrobe
  • o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
  • o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0.
  • o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
  • o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.
    Nilai Rujukan
  1. Metode Westergreen:
  • Laki-laki : 0 – 15 mm/jam
  • Perempuan : 0 – 20 mm/jam
  1. Metode Wintrobe :
  • Laki-laki : 0 – 9 mm/jam
  • Perempuan 0 – 15 mm/jam
Referensi
Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin. Cermin Dunia Kedokteran. 1983; 30: 28-31.
Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hal. 11-42.
Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC; 2004.
Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara Books; 2008. hal. 17-35.
Theml H, Diem H, Haferlach T. Color atlas of hematology; principal microscopic and clinical diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2004.
Vajpayee N, Graham SS, Bem S. Basic examination of blood and bone marrow. In: Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. Editor: McPherson RA, Pincus MR. China: Saunders Elsevier; 2006. hal. 9-20.

16 November, 2011

Thalasemia

A. Pengertian

Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin (medicastore, 2004).
Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu
atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,
menurut hukum mendel. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali diumumkan oleh
Thomas Cooley (Cooley’anemia) yang di dapat diantara keluarga keturunan italia yang
bermukim di USA. Kata thalassemia berasal dari bahasa yunani yang berarti laut.
B. Penyebab
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif
dari kedua orang tua.Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit
menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu
bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.Pada talasemia, letak salah
satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino
lainnya.
C. Klasifikasi

1. Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
2. Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
3. Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
4. Talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).
Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis               
     yang jelas.
2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan
    gejala klinis.
D. Patofisiologi
 Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa
disebabkan oleh delesi gen (terhapus karenakecelakaan gen) yang mengatur produksi tetramer
globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.
Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun
sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak memerlukan rantai beta
justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi.
Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap
pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi
gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal.
Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit
memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan.
Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan
defek/kelainan hanya satu gen.
E. Manifestasi Klinik
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar
mengalami anemia ringan.
Pada talasemia mayor, terjadi anemia berat tipe mikrositik dengan pembesaran pada hati dan
limpa. Muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), perubahan pada
tulang karena hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama
tulang panjang). Dapat pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik
dan maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak mendapat
tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Anemia biasanya mulai muncul pada usia
3 bulan dan jelas pada usia 2 tahun.
Gejala lain pada penderita thalassemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena
tugas hemoglobin membawa oksigen ke seluruhtubuh. Pada thalassemia, karena oksigen yang
dibawa hemoglobin kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja lebih keras, sehingga
jantung penderita akan mudah berdebar-debar. Lama kelamaan, jantung akan bekerja lebih
keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya terjadi lemah jantung. "Limpa penderita juga bisa
menjadi besar, karena penghancuran darah merah terjadi di sana." Selain itu, sumsum tulang
juga bekerja lebih keras, karena berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin. Akibatnya,
tulang menjadi tipis dan rapuh. Jika kerusakan tulang terjadi pada tulang muka, misalnya, pada
tulang hidung, maka bentuk muka pun akan berubah. Batang hidung menjadi hilang/melesak ke
dalam (facies cooley). Ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalassemia.

Thalasemia minor umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

F. Prognosis
Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia
dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating
agent untuk mengurangi hemosiderosis (harga mahal). Di negara maju dengan fasilitas tranfusi
yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai dekade
ke-5 dan kualitas hidup yang lebih baik.

Jika dikemudian hari transplantasi sumsum tulang dapat diterapkan maka prognosisnya akan
menjadi lebih baik.

G. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan
pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus
mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko.
Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit
Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan
panas.Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa
menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi
deposit zat besi. Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di
mana-mana.Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat
besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga
terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena
ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau
kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian.
"Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang
berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga
tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini
dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar
mudah ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal
jantung.
H. Penatalaksanaan
a) Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang
     diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB. Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah
     diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau
     makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi
     kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe
     dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung
     leukosit serendah-rendahnya.
b) Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet buruk
c) Pemberian cheleting agents (desferal) untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh secara
    intramuskular atau intravena secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat
    diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit
    darah transfusi.
d) Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin.
e) Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Splenektomi
    dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme
    atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang.
    Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi.
f) Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika
    pubertas terlambat.
g) Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun
    dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan
    hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)

I. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
    Pemeriksaan laboratorium untuk skrining dan diagnosis thalasemia meliputi:
1. Hematologi Rutin: untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah
2. Gambaran darah tepi : untuk melihat bentuk, warna dan kematangan sel-sel darah.
3. Feritin, SI dan TIBC : Untuk melihat status besi
4. Analisis Hemoglobin : untuk diaknosis dan menentukan jenis thalassemia.
5. Analisis DNA : untuk diaknosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah,
resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV),
hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata
(KHER/MCMC) menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum
normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.

Pada thalasemia minor:
Kadar Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya
sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal.
Resistensi osmotik meningkat.
Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA probing, gene blotting dan pemeriksaan
PCR (polymerase Chain Reaction).

b. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan
trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan
sumsum tulang ke dalam tulang korteks. Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan
medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe
dan pada anak besar kadang-kdang terlihat brush appearance (menyerupai rambut berdiri
potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar terutama pada
bagian artikulasi dengan processus transversus.

J. Pencegahan
a) Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara
pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
b) Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia

heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor
yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak
yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan
digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
    Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.
2. Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
    Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
3.Guyton, Arthur C, (2000), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta.

15 November, 2011

Anemia Aplastik

BATASAN
Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang.

PATOFISIOLOGI

1. Defek sel induk hematopoetik
2. Defek lingkungan mikro sumsum tulang
3. Proses imunologi
Kurang lebih 70% penderita anemia aplastik mempunyai penyebab yang tidak jelas, dinamakan idiopatik. Defek sel induk yang didapat (acquired) diduga disebabkan oleh obat-obat: busulfan, kloramfenikol, asetaminofen, klorpromazina, benzenebenzol, metildopa, penisilin, streptomisin, sulfonamid dan lain-lain.
Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga sebagai berikut :
· Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya (obat-obat anti tumor)
· Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga sebelumnya.
· Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)
Microenvironment :
Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia aplastik. Akibat radiasi, pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin, ternyata tidak mengalami penurunan.
Cell Inhibitors :
Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya T-limfosit yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang pada biakan.
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala timbul sebagai akibat dari :
· Anemia : pucat, lemah, mudah lelah, dan berdebar-debar.
· Leukopenia ataupun granulositopenia : infeksi bakteri, virus, jamur, dan kuman patogen lain.
· Trombositopenia : perdarahan seperti petekia, ekimosa, epistaksis, perdarahan gusi dan lain-lain.
Hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak lazim ditemukan pada anemia aplastik.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Kriteria anemia aplastik yang berat
Darah tepi :
Granulosit < 500/mm3
Trombosit < 20.000/mm3
Retikulosit < 1,0%
Sumsum tulang :
Hiposeluler < 25%

DIAGNOSIS BANDING

· Leukemia akut
· Sindroma Fanconi : anemia aplastik konstitusional dengan anomali kongenital.
· Anemia Ekstren-Damashek : anemia aplastik konstitusional tanpa anomali kongenital
· Anemia aplastik konstitusional tipe II
· Diskeratosis kongenital

PENATALAKSANAAN

· Hindari infeksi eksogen maupun endogen, seperti :
Pemeriksaan rektal
Pengukuran suhu rektal
Tindakan dokter gigi
Pada tindakan-tindakan di atas, resiko infeksi bakteri meningkat
· Simtomatik
ü Anemia : transfusi sel darah merah padat (PRC)
ü Perdarahan profus atau trombosit < 10.000/mm3 : transfusi trombosit (tiap unit/10 kgBB dapat meningkatkan jumlah trombosit ± 50.000/mm3)
Transfusi trombosit untuk profilaksis tidak dianjurkan.
ü Transfusi leukosit (PMN)
Efek samping : panas badan, takipnea, hipoksia, sembab paru (karena timbul anti PMN leukoaglutinin)
· Kortikosteroid
Prednison 2 mg/kgBB/24 jam, untuk mengurangi fragilitas pembuluh kapiler, diberikan selama 4-6 minggu.
· Steroid anabolik
ü Nandrolon dekanoat : 1-2 mg/kg/minggu IM (diberikan selama 8 -12 minggu)
ü Oksimetolon : 3-5 mg/kg/hari per oral
ü Testosteron enantat : 4-7 mg/kg/minggu IM
ü Testosteron propionat : ½ -2 mg/kg/hari sublingual
Efek samping :
ü Virilisme, hirsutisme, akne hebat, perubahan suara (revesibel sebagian bila obat dihentikan).
ü Pemberian jangka panjang dapat menimbulkan adenoma karsinoma hati, kolestasis.
ü Hepatotoksik pada pemberian sublingual
· Transplantasi sumsum tulang :
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama bagi anak-anak dan dewasa muda dengan anemia aplastik berat. Hindari transfusi darah yang berasal dari donor keluarga sendiri pada calon transplantasi sumsum tulang.

KOMPLIKASI

· Anemia dan akibat-akibatnya (karena pembentukannya berkurang)
· Infeksi
· Perdarahan

PROGNOSIS

· Anemia aplastik ± 80% meninggal (karena perdarahan atas infeksi). Separuhnya meninggal dalam waktu 3-4 bulan setelah diagnosis.
· Anemia aplastik ringan ± 50% sembuh sempurna atau parsial. Kematian terjadi dalam waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Epstein FH. The Pathophysiology of Acquired Anemia Aplastic. N Eng. J. Med 1997, 336 : 1365-1372.
2. Young NS. Bone Marrow Aplasia : The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. Education Programme of The 26th Congress of The International Society of Hematology, Singapore:
ISH, 1996.
3. Young NS, Alter BP. Aplastic anemia : Acquired and Inherited. Philadelphia : WB Saunders,1994.
4. Young NS. Pathogenesis and Pathophysiology of Aplastic Anemia Dalam. Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ dkk. Penyunting. Hematology : Basic Principles and Practice, edisi ke-2. NewYork
: Churchill Livingstone, 1995 : 299-325.

19 Oktober, 2011

DIAGNOSIS PERITONITIS GENERALISATA AKUTA ET CAUSA PERFORASI TIFOID PADA ILEUM

ABSTRACT
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5-3% kasus. Keluarnya isi saluran pencernaan ke dalam rongga perut menyebabkan iritasi dan peradangan pada rongga abdomen yang disebut peritonitis. Peritonitis ini sering menjadi fatal. Tujuan penulisan ini untuk panduan diagnosis peritonitis generalisata akuta. Pada kasus ini, pasien laki-laki umur 55 tahun datang dengan keluhan nyeri perut dirasakan sejak 3 hari yang lalu, keluhan disertai tidak bisa flatus dan BAB sejak 2 hari yang lalu, mual-mual sejak 2 hari yang lalu, tapi tidak muntah, pusing, pasien mengaku tidak ada demam selama beberapa minggu ini, hanya mengeluhkan tidak enak badan selama beberapa minggu. Pemeriksaan fisik abdomen, tidak didapatkan bising usus dan didapatkan defans muskular, nyeri tekan, kembung dan pekak hepar menghilang. Penatalaksanaan kasus ini dengan dilakukan operatisi laparatomi.

Keyword: peritonitis generalisata akuta, perforasi tifoid, ileum

HISTORY
Pasien laki-laki umur 55 tahun datang dengan keluhan Nyeri perut dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasalan menjalar hingga ke pinggang. Keluhan disertai tidak bisa flatus dan BAB sejak 2 hari yang lalu, mual-mual sejak 2 hari yang lalu, tapi tidak muntah, pusing, pasien mengaku tidak ada demam selama beberapa minggu ini, hanya mengeluhkan tidak enak badan selama beberapa minggu.
Pasien mengaku 3 hari yang lalu sepulang bekerja, karena merasa tidak enak badan terjatuh saat sedang berjalan. Keluhan tidak enak badan dirasakan sudah sejak 3-4 minggu yang lalu. Saat jatuh tersebut bagian perut terbentur tanah. Sejak saat itu nyeri perut dirasakan memberat oleh pasien.
Keadaan umum pasien tampak kesakitan dengan kesadaran compos mentis. Tanda vital: Tekanan darah : 110/50 mmHg; Nadi : 85 x/menit,regular, isi dan tegangan cukup; Respirasi : 21 x/menit; Suhu : 37,2 °C. Pemeriksaan fisik abdomen, tidak didapatkan bising usus, didapatkan defans muskular, nyeri tekan pada seluruh lapanagan abdomen, kembung dan pekak hepar menghilang. Pada pemeriksaan Rectal Toucher didapatkan tonus sfingter ani cukup, mukosa licin, nyeri tekan pada peritoneum, teraba prostat ± 2x2 cm, sulcus medianus tidak teraba, tidak ada darah, pus dan feses. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan AL: 3.580 /µl dan Hb: 15,2 g/dl. Hasil pemeriksaan radiologi berupa BNO 2 posisi didapatkan gambaran Air fluid level, free air dengan kesan peningkatan udara usus (meteorismus) dan tak tampak gambaran pneumoperitoneum.

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pada pasien ini dengan melihat gejala pasien berupa demam yang naik turun, adanya riwayat keluhan pasien berminggu-minggu tidak enak badan tanpa berobat atau diobati, hasil laboratorium yang menunjukkan AL yang rendah (3.580 µl) pada keadaan peritonitis (mengarah pada tanda dan gejala demam tifoid). Pada saat dilakukan operasi ditemukan adanya perforasi ileum ± 1 meter proksimal caecum antemesenterial dengan penampang berdiameter ½ cm, pada tepi perforasi nampak nekrosis (khas pada perforasi tifoid).
Ditegakkan diagnosis pre operatif Peritonitis generalisata et causa suspek perforasi usus dan dilakukan Laparatomi.
Saat operasi ditemukan adanya perforasi ileum ± 1 meter proksimal caecum antemesenterial dengan penampang berdiameter ½ cm, pada tepi perforasi nampak nekrosis (khas pada perforasi tifoid). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditambah penemuan saat dilakukan laparatomi, ditegakkan diagnosis post operatif peritonitis generalisata akuta et causa perforasi tifoid pada ileum


TERAPI
Operatif : Laparatomi

DISKUSI
Penegakan diagnosis pada pasien ini dengan melihat gejala pasien berupa demam yang naik turun, adanya riwayat keluhan pasien berminggu-minggu tidak enak badan tanpa berobat atau diobati, hasil laboratorium yang menunjukkan AL yang rendah (3.580 µl) pada keadaan peritonitis (mengarah pada tanda dan gejala demam tifoid). Pada saat dilakukan operasi ditemukan adanya perforasi ileum ± 1 meter proksimal caecum antemesenterial dengan penampang berdiameter ½ cm, pada tepi perforasi nampak nekrosis (khas pada perforasi tifoid).
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Perforasi pada saluran pencernaan menunjukkan adanya lubang yang terjadi pada dinding saluran pencernaan. Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5-3% kasus. Keluarnya isi saluran pencernaan ke dalam rongga perut menyebabkan iritasi dan peradangan pada rongga abdomen yang disebut peritonitis.
Peritonitis ini sering menjadi fatal. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah, dan peningkatan frekuensi nadi. Perforasi usus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defans muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain.
Penatalaksanaan terbagi menjadi dua, yaitu non operatif dan operatif. Non Operatif dikerjakan sebelum dilakukan operasi perlu dilakukan persiapan operasi sebagai berikut: Resusitasi cairan, Oksigenasi dan bantuan ventilasi, Intubasi, kateterisasi, dan pemantauan hemodinamik, obat-obatan, pengendalian suhu tubuh. Lalu dilakukan tindakan Operatif: kontrol sumber infeksi, pencucian rongga peritoneum, tutup perforasi, irigasi kontinyu post-operatif.

KESIMPULAN
Tanda-tanda peritonitis ditemukan pada pemeriksaan khusus abdomen yaitu terdapat tanda-tanda iritasi peritoneum:
1. Nyeri tekan
2. Nyeri tekan lepas
3. Defance muscular dan musle guarding
4. Ditemukan pula tanda-tanda ileus paralitik seperti distensi abdomen, bising usus yang menurun sebagai akibat penyebaran pus intraperitoneal

REFERENSI
1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI,:367-75.
2. Tumbelaka AR. 2005. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi –Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa Timur, hal.37-50.
3. WHO. 2003. Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 7-18.

30 September, 2011

DISPEPSIA

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Dispepsia mengacu pada suatu keadaan akut, kronis, atau berulang atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Ketidaknyamanan ini dapat kenali atau berhubungan dengan rasa penuhdi perut bagian atas, cepat kenyang, rasa terbakar, kembung, bersendawa, mual, dan muntah-muntah. Heartburn (rasa terbakar di retrosternal) harus dibedakan dari dispepsia. Pasien dengan dispepsia sering mengeluh Heartburn sebagai gejala tambahan. Ketika heartburnmerupakan suatu keluhan yang dominan, refluks gastroesofagus hampir selalu menyertai. Dispepsia terjadi di 25% dari populasi orang dewasa dan 3% dari kunjungan medis umum.
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan (Pepse), berartipencernaan Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluksgastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung,kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
  • Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak
  • Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bilatidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguanstruktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).
Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atasatau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasaterbakar di perut.
Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita.Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu Seringnya,dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memilikipenyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulomembranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri didada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia.  Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung.
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis,kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory.
Dyspepsia disebabkan oleh beragam hal yang dapat ditelusuri berdasarkan kategorinya.
1.      Non-ulcer dyspepsia adalah dyspepsia yang tidak diketahui penyebabnya karena – biladiendoskopi – bagian kerongkongan, perut, atau duodenum terlihat normal, tidak menunjukkan borok sama sekali. Diperkirakan 6 dari 10 penderita dyspesia tergolongdalam kategori ini
2.      Duodenal and stomach (gastric) ulcers yakni dyspesia yang disebabkan oleh borok diusus duabelas jari atau lambung. Jenis ini kerap dinamai peptic ulcer.
3.      Duodenitis and gastritis atau radang di usus duabelas jari dan/atau lambung. Radangtersebut bisa saja ringan atau parah, tergantung luksnya. Gastritis akut dapatdisebabkan oleh karena stres, zat kimiam isalnya obat-obatan dan alkohol, makananyang pedas, panas maupunasam. Pada para yang mengalami stres akan terjadiperangsangan sarafsimpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksiasamklorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambungakan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makananyang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk  menghasilkan mukus,mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambungkarena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosagaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerahfundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksiHCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri iniditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambungakibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi selmukosa gaster akan mengakibatkan erosipada sel mukosa. Hilangnya sel mukosaakibat erosi memicu timbulnya perdarahan.Perdarahan yang terjadi dapat mengancamhidup penderita, namundapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehinggaerosimenghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.   Helicobacter pylorimerupakan bakteri gram negatif. Organisme inimenyerang sel permukaan gaster,memperberat timbulnya desquamasi seldan muncullah respon radang kronis padagaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.
4.      Acid reflux, oesophagitis and GERD. Acid reflux terjadi ketika zat asam keluar darilambung dan naik ke kerongkongan.Acid reflux bisa menyebabkan esofagitis (radangkerongkongan) atau gastro-oesophageal reflux disease (GERD – acid reflux, denganatau tanpa esofagitis). Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal(esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70% merupakan tipikal,yaitu:
§  Heart burn. Heart burn adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejalaheart burn adalah gejala yang tersering.
§  Regurgitasi. Regurgitasi adalah kondisi di mana material lambung terasa dipharing. Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapatmenyebabkan komplikasi paru-paru.
§  Disfagia. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.
Gejala atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk kronik dan kadang wheezing, suara serak, pneumonia asmpirasi, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.Data yang ada kejadian suara serak 14,8%, bronkhitis 14%, disfagia 13,5%, dispepsia10,6%, dan asma 9,3%. Kadang-kadang gejala GERD tumpang tindih dengan gejala klinis dispepsia sehigga keluhan GERD yang tipikal tidak mudah ditemukan. Spektrum klinik GERD bervariasi mulai gejala refluks berupa heart burn, regurgitasi, dispepsia tipe ulkus atau motilitas. Terdapat dua kelompok GERD yaitu GERD padapemeriksaan endoskopi terdapat kelainan esofagitis erosif yang ditandai denganmucosal break dan yang tidak terdapat mucosal break yang disebut Non Erosive Reflux Disease (NERD). Manifestasi klinis GERD dapat menyerupai manifestasi klinis dispepsia berdasarkan gejala yang paling dominan adalah:
  • Manifestasi klinis mirip refluks yaitu bila gejala yang dominan adalah rasapanas di dada seperti terbakar.
  • Manifestasi klinis mirip ulkus yaitu bila gejala yang dominan adalah nyeri uluhati.
  • Manifestasi klinis dismotilitas yaitu gejala yang dominan adalah kembung,mual, dan cepat kenyang.
  • Manifestasi klinis campuran atau nonspesifik.
5. Hiatus hernia atau lambung bagian atas menekan dada bagian bawah melalui bagian diafragma yang bermasalah. Biasanya hiatus hernia hanya menyebabkan GORD.
6. Infeksi bakteri H. pylori.
7. Efek samping obat-obatan tertentu, misalnya obat-obatan anti peradangan atau obat-obatan lain (misalnya antibiotik dan steroid). Obat bisa menyebabkan keluhan diperut bagian atas seperti NSAID, alendronate,orlistat, besi atau suplement potassium,digitalis, theophylin, dan antibiotik oral. Pengurangan dosis atau penghentian dosisbiasanya bisa mengurangi gejala dispepsia