04 Juli, 2011

FIMOSIS


           Definisi
Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.1,4
         Etiologi
Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan tingkat higienitas alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik)3, atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction)8. Pada fimosis kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya jaringan parut di prepusium yang biasanya muncul karena sebelumnya terdapat balanopostitis. Apapun penyebabnya, sebagian besar fimosis disertai tanda-tanda peradangan penis distal.3
Sedangkan fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan prepusium menjadi melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke arah proximal. Apabila stenosis atau retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis, sirkulasi glans dapat terganggu hingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan nyeri distal penis atau biasa disebut parafimosis3.


       Epidemiologi
Berdasarkan data epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau anak-anak hingga mencapai usia 3 atau 4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16 tahun.8
      Patogenesis
Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat di retraksi.1
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena “balloning” dimana prepusium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam prepusium. Adanya kandungan glukosa pada urine menjadi pusat bagi pertumbuhan bakteri. Karena itu, komplikasi yang paling sering dialami akibat fimosis adalah infeksi saluran kemih (ISK). ISK paling sering menjadi indikasi sirkumsisi pada kasus fimosis7.
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang 7.
Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang membentuk semacam “lembah” di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis, kotoran ini  mudah dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusium dengan glans penis, debris dan sel mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.7
Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini terjadi peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium. Meski jarang, infeksi ini bisa terjadi pada diabetes.3
       Manifestasi Klinis
Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil, menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopositis).1,3
Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya1.
      Tata Laksana
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium dapat retraksi spontan. 1
Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis. 7
Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. 1
Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda.
Secara singkat teknik operasi sirkumsisi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Setelah penderita diberi narkose, penderita di letakkan dalam posisi supine. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan antiseptik kemudian dipersempit dengan linen steril. Preputium di bersihkan dengan cairan antiseptik pada sekitar glans penis. Preputium di klem pada 3 tempat. Prepusium di gunting pada sisi dorsal penis sampai batas corona glandis. Dibuat teugel pada ujung insisi. Teugel yang sama dikerjakan pada frenulum penis. Preputium kemudian di potong melingkar sejajar dengan korona glandis. Kemudian kulit dan mukosa dijahit dengan plain cut gut 4.0 atraumatik interupted. 5
Hati- hati komplikasi operasi pada sirkumsisi yaitu perdarahan. Pasca bedah penderita dapat langsung rawat jalan, diobservasi kemungkinan komplikasi yang membahayakan jiwa penderita seperti perdarahan.Pemberian antibiotik dan analgetik. 5
   Komplikasi8
Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat fimosis, yaitu :
·         Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
·         Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
·         Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
·         Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
·         Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
·         Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal.
·         Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.




DAFTAR PUSTAKA

1.    Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2011 : 14, 236-237

2.    Price, SW dan Wilson, LM. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC. 2005

3.    Robbins dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Hariawati Hartono. Jakarta: EGC. 2004

4.    Rudolph. Abraham M. Kelainan Urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC. 2006

5.    Sjamsuhidajat R,dan Jong W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004

6.    Snell, Richard S. Anatomi Klinik Snell.Ed 6. Jakarta : EGC. 2006

7.    Santucci, Richard A. Phimoss, Adult Circumcision, and Buried Penis, available at http://emedicine.medscape.com/article/442617-treatment.

8.    Ghory, Hina. Phimosis and Paraphimosis, available at http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview/.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar