16 November, 2010

MORBUS HANSEN (Kusta, Lepra)

PENGERTIAN
Adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat
ETIOLOGI
Mycobacterium Leprae yg ditemukan pertama kali oleh akmuer Hasen di norwegia
INSIDEN
  • Dapat terjadi pada semua umur, tapi jarang ditemukan pada bayi
  • Laki-laki lebih banyak dibanding wanita
  • Diperkirakan penderita didunia ± 10.596.000 dan di Indonesia ± 121.473 Orang (data th 1992)
PENULARAN
  • Cara penularannya belum diketahui dengan jelas
  • Tapi diduga menular melalui salura pernapasan (droplet infection)
  • Pendapat lain mengatakan bhw penularannya melalui kontak langsung, erat dan berlangsung lama
  • Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah Umur, Jenis kelamin, Ras,Genetik, Iklim, Lingkungan/sosio ekonomi, Kekekbalan –> (± 93 – 95 % kekebalan pada penyakit lepra)
GAMBARAN KLINIS
Dapat menyerang kulit, saraf, otot, ras, mata, jantung, testis
  • Pada kulit –> tdp makula yg hipopigmentasi yg kurang rasa/tidak rasa, kulit kering dan pecah-pecah, terjadi madarosis
  • Pada saraf –> Sensoris : hipestesi/anastesi  –> ulkus
  • Motoris : Paralisa otot, atropi otot dan kontraktur
  • Otonom : gangguan pengeluaran keringat
  • Penebalan saraf tepi
  • Testis –> orchitis
  • Mata –> Keratitis, iridosiklitis
Secara umum permukaan tubuh yang sering diserang adalah permukaan tubuh yang memiliki sushu yg rendah seperti : muka, telinga, hidung dan ekstremitas
Tanda-tanda khas pada makula adalah 5 A (anastesi, achromi,atropi,anhidrosis, alopesia)
KLASIFIKASI
Tujuan Kalsifikasi adalah:
  1. penentuan prognosis
  2. penentuan terapi
  3. penentuan kriteria bebas dari obat dan pengawasan
  4. mengantisipsi terjadinya reaksi
  5. penyeragaman secara internasional –> kepentingan epidemiologis
Beberapa klasifikasi MH antara lain
1. Klasifikasi InternASional Madrid (1953)
  • Lepromatous ( L)
  • Tuberculoid (T)
  • Indeterminate (I)
  • Borderline (B)
2. Klasifikasi Ridley Jopling (1962)
  • TT, BT, BB, BL, LL
3. Klasifikasi WHO (1981)
  • Paucibacillary : BI –> Negatif
  • Multibacillary –>  Positif
BACTERIOSKOPIS
Secara mikroskopis dapat ditemukan
  • Batang utuh (solid)
  • Batang terputus (fragmented)
BACTERIAL INDEKS (BI)
Uukuran semi kuantitatif kepadatan basil kusta dari sediaan kulit yang diperiksa. Yang dihitung adalah jumlah rata-rata dari basil hidup dan mati yang diambil dari beberapa tempat
Kegunaan BI adalah:
  1. Membantu menegakkan diagnosis
  2. Membantu menetukan klasifikasi atau membantu menentukan tipe kusta
  3. Membantu menilai berat ringannya daya infeksi pada kulit dan bukan untuk menentukan/ menilai hasil pengobatan tang efektif
MORPHOLOGIKAL INDEKS
Adalah merupakan prosentase basil kusta yang bentuk solid dibanding semua hasil yg dihitung
Kegunaan MI
  1. membantu kemajuan pengobatan/menilai efektifitas obat-obatan
  2. menentukan resistensi basil terhadap obat, serta dapat menular atau tidaknya kusta
TES LEPROMIN
Menentukan klasifikasi dan tipe kusta
Dikenal ada 2 macam lepromin yaitu:
  1. lepromin mitsuda H
  2. lepromin dharmendra
reaksi kulit thd pembacaan lepromin yaitu:
  1. reaksi dini (reaksi fernandes –> terbentuk infiltrasi eritematosa yang timbul 24-72 jam setelah penyuntikan. Pembacaan biasa dilakukan 48 jam setelah penyuntikan. Hasil dinyatakan (-) sampai positif 3 (+3)
  2. reaksi lambat (reaksi mitsuda) –> terbentuk nodular pada hari 21-30. reaksi ini menunjukkan respon thd imunitas sellular. Pembacaan dilakukan pada hari ke 21
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis penyakit kusta diperlukan tanda-tanda utama (cardinal sign) yaitu:
  1. bagian kulit dengan hipopigmentasi atau eritematous dengan kehilangan sebagian (hipestesi) atau seluruh (anastesi dari perasaan kulit thd rasa suhu, nyeri dan sentuh
  2. kerusakan (penebalan atau nyeri) dari saraf kutan atau saraf perifer pada tempat-tempat predileksi
  3. smear kulit yang diambil dengan tekhnik standar menunjukkan adanya kuman dengan morfologi M. Leparae yang khas
dibutuhkan minimal satu tanda cardinal untuk mendiagnosa penyakit Morbus Hansen
PENGOBATAN
Jenis-jenis obat kusta:
  • obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide
  • obat sekunder: INH, streptomycine
Dosis menurut rekomendasi WHO
a. Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT)
  1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari
  2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan
Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun
b. Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL)
  1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan
  2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari
  3. Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50 mg/hari
Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun
PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
  • Riwayat kesehatan sebelumnya
  • Bentuk lesi
  • Adakah tanda-tanda infeksi
  • Adakah nyeri
  • Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama
  • Sudahkah pasien berobat untuk menyembuhkan lesi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. resiko terhadap penularan infeksi
  2. kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi, tindakan dan pencegahan
TUJUAN
  1. pencegahan penularan infeksi
  2. pengatahuan tentang penyakit dan tindakannya
INTERVENSI
1. Mencegah penularan infeksi
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
  • Mengisolasi pasien bila memungkinkan
2. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit
  • Berikan penjelasan tentang penyakit yang dialami
  • Jelaskan tentang pengobatan penyakit yitu dalam jangka waktu yang lama  membutuhkan ketekunan dan kesabaran
EVALUASI
  1. menggunakan metode yang tepat untuk penyebaran infeksi
  2. mendapatkan pengetahuan tentang penyakitnya

Penilaian Mikroskopis Bakteri Tahan Asam (BTA) Menurut Skala International Union Association Lung

Penilaian  Mikroskopis Bakteri Tahan Asam (BTA) Menurut Skala  International Union Association Lung Tuberculosis Disease (IUALTD) Di Instalasi Laboratorium Mikrobiologi RS Persahabatan Jakarta

Abstrak
Penemuan dan penilaian bakteri tahan asam (BTA) secara mikroskopis, dilakukan menurut standar International Union Association Lung Tuberculosis Disease (IUALTD) sesuai dengan kesepakatan WHO  (K.Toman 1971), sebelumnya belum ada standar sebagai acuan untuk mengetahui ketepatan hasil pemeriksaan BTA di di laboratorium.  Hasil penilaian ini merupakan laporan untuk mendapatkan  gambaran dari pelatihan yang dilakukan di Instalasi Mikrobiologi Rumah Sakit Persahabatan pada September 2005. Tujuan pelatihan meningkatkan penemuan BTA dan keseragaman tata cara pemeriksaan dan pelaporan bakteri tbc oleh laboran. Peserta pelatihan sebanyak 16 orang dari berbagai rumah sakit di Jakarta dan Jawa Timur. Metode pelatihan teori dan praktek cara langsung. Setiap peserta melakukan pemeriksaan 10 slide, mulai dari smear examination hingga mikroskopis. Jumlah semua yang diperiksa 160 slide BTA. Hasil pemeriksaan mikroskopis memperlihatkan karakteristik hasil oleh laboran dan assessor, dimana kesalahan pemeriksaan oleh laboran sebesar 15 (9,4%) pengamatan hasil negatip, dengan error rate  >5%. Hasil  laboran dapat ditoleransi pada hasil sconty 7 (4,4%) dan  positip-1 sebesar 5 (-13%) demikian juga hasil positip-3 kesalahan mikroskopis < 5% pada penilaian sebesar 4 (2,5%). kecuali pada positip-2 sebesar 9 (5,6%), untuk penilaian BTA positip-2 perlu secara intensif dilakukan pelatihan kepada laboran pemeriksa tbc, hal ini penting agar tidak terjadi kesalahan pemberian hasil pemeriksaan, sehingga false positip atau false negatip dapat dihindari untuk hasil yang dapat dipercaya.  

12 November, 2010

DIFTERI

  Penyakit akut yg disebabkan oleh basil gram Æ Corynebacterium diphteriae pd selaput-selaput mucosa dengan ciri-ciri yg sangat katarestik ialah terbentuknya pseudomembran berwarna kuning kelabu, susah diangkat dan mudah berdarah

Etiologi
Basil gram Æ Corynebacterium diphtheriae. Polimorf, tidak bergerak, tidak membentuk spora, 3 tipe yaitu, Gravis, Mitis, Intermediate

Epidemiologi
Terdapat di negara berkembang. Insidens terutama pada anak-anak umur 2 – 5 tahun, jarang pd bayi < 6 bulan atau > 10 tahun. Cara Penularan, Kontak dengan penderita/ carrier, Droplet infection/ makanan terkontaminasi, Masa Tunas 2 – 7 hari. Imunisasi, DPT 0.5 cc i.m, Mulai umur 3 bulan, 3x berturut-turut tiap bulan, Booster umur 1½  - 2 tahun, dan 5 tahun, Lalu setiap 5 tahun sampai 15 tahun suntikan DT

Patogenesis dan Gejala-gejala
      Kuman membentuk pseudomembran berwarna putih kelabu sukar diangkat dan bila dipaksakan mudah terjadi perdarahan. Dpt meluas ke hidung, pharynx, tonsil, larynx, trachea dan menyebabkan obstruksi jalan napas dengan gejala sesak napas, cyanosis, stridor inspiration, retraksi daerah epigastrium, suprasternum, sekitar clavicula dan antar iga
      Kuman membentuk eksotoksin yang menyebar secara hematogen dan limfogen ke Kelenjar-kelenjar regional (bull neck), Jantung (myocarditis), Hati (perlemakan dan nekrosis), Saraf (degenerasi, demyelinisasi, paresis, paralisis). Kematian terjadi karena shock, obstruksi jalan napas, decompensatio cordis atau bronchopneumonia Parese paling sering pada otot-otot palatum à sering keselek, Parese diaphragma paling berbahaya

Klasifikasi
·         Menurut tpt infeksi dpt dibagi atas:
1.      Rhinitis Difterika
Sangat jarang (2%)
Gejala: dypsnoe, epistaksis, sekret hidung purulent sanguinosa
DD/ dengan corpus alienum dan lues congenital
2.      Tonsilitis atau Tonsilopharyngitis Difterika
Paling sering dijumpai
Frekuensi sangat tinggi
Infeksi meliputi pharynx, tonsil, adenoid, uvula, palatum molle
Gejala:             tapak sakit berat, panas, dyspnoe, sakit tenggorok terutama bila menelan, stridor inspirasi dan biasanya disertai pembengkakan kelenjar regional (bull neck)
DD/ dengan:
-          Tonsilitis folikularis
-          Angina Plaut Vincent
-          Angina Agranulositik
3.      Laryngitis atau Laryngotracheitis Diferika
Frekuensi: 25% sebagai perluasan pharyngitis difterika
Gejala khas: anak gelisah, ketakutan, dyspnoe, cyanosis, stridor inspirasi, retraksi epigastrium, suprasternal, clavicula, antar iga
Biasanya terdapat bull neck
DD/ dengan:
-          laryngitis akuta
-          laryngi-tracheitis
-          bronchitis acuta
-          asthma bronchiale
-          corpus alienum di larynx
4.      Difteri kulit
Sangat jarang, dapat timbul di daerah telinga, conjungtiva, umbilicus, vagina


Diagnosis
·         Terdapat pseudomembran yang khas
·         Menemukan kuman secara langsung/ biakan

Lab
·         Leukositosis, Hb dan eritrosit menurun
·         Dalam urine, mungkin ada: albumin uria, torak hyalin, eritrosit dan leukosit

Komplikasi
%  Traktus respiratorius
·         Obstruksi jalan napas
·         Bronchopneumonia
·         Atelectasis
%  Cardiovasculer
·         Myocarditis
·         Decompensatio cordis kanan dan kiri
%  Tractus urogenitalis
·         Nefritis akuta
%  Susunan saraf
·         Neuritis
·         Paralisis palatum, otot mata, muka, leher, ekstremitas
·         N.phrenicus pada yg sangat berat

Tatalaksana
1.      Isolasi
2.      Istirahat total
3.      ADS 20.000 u 2 hari berturut-turut
4.      Penicillin Procaine 50.000 u/ kgBB/ hari sampai panas turun 3 hari
5.      Corticosteroid 5 – 15 g/ kgBB/ hari atau prednison 2 mg/ kgBB/ hari
Corticosteroid diberikan selama 3 minggu dan dihentikan dengan tappering off utk mencegah rebound phenomena.
Tujuan pemberian kortikosteroid:
-          anti infeksi
-          anti oedema
-          anti allergi
-          mencegah myocarditis
6.      Trakheotomi bila ada obstruksi jalan napas
7.      Bila ada paralisis (suara serak, keselek) perlu diberi strichrine ¼ mg dan vitamin B1 100 mg/ hari selama 10 hari

Preventif
%  Kalau pasien pulang, beri imunisasi

Prognosis
%  Tergantung pada:
-          Stadium penyakit
-          Cepat/ lambat pemberian antitoksin
-          Umur penderita
-          Lokalisasi/ jenis difteri
(gravis, intermediate - mortalitas tinggi)

Pencegahan
%  Imunisasi
-          Pasif dari ibu sampai 3 bulan
-          Aktif fr DPT

REUMATOID ATHRITIS


Pengertian
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas.

Etiologi
Walaupun faktor penyebab dan patogenesisnya belum diketahui secara pasti, faktor genetik seperti produk kompleks histokompibilitas utama kelas II (HLA-DR), hormon sex dan faktor infeksi juga diduga menjadi salah satu faktor penyebab RA.

Patogenesis
Patogenesis penyakit ini terjadi akibat rantai peristiwa imunologi yang menyebabkan proses destruksi sendi. Dan berhubungan dengan faktor genetik, hormonal, infeksi, dan heat shock protein. Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita daripada pria, terutama pada usia subur

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
Kriteria RA menurut american Assocication Rheumatism.
-          Kaku pagi hari (morning sickness)
-          Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih
-          Artritis pada persendian tangan
-          Artritis simetris
-          Nodul reumatoid
-          Faktor reumatoid serum positif
-          Perrubahan gambaran radiologis

Penatalaksanaan
l  Pendidikan terhadap pasien mengenai penyakit dan penatalaksanaannya agar pasien tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
l  OAINS diberikan sejak awal untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi, antara lain aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak dan sebagainya.
l  DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid, diberikan bila respon OAINS tidak baik. Jenisnya antara lain klorokuin, sulfasalazin, D-penisilin, Goldn standart bagi DMARD, obat imunosupresif/imunoregulator, dan kortikosteroid. Perlu di tekankan bahwa penggunaan kortikosteroid digunakan bila dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa.
l  Rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
l  Pembedahan dilakukan jika inilah jalan terakhir dalam proses pengobatan

HIV- AIDS

Sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan olah menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retrovirus.
Etiologi
HIV merupakan suatu retrovirus yang mengubah asam RNA menjadi DNA, setelah masuk ke dalam sel penjamu. HIV I dan HIV II adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV ini menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia. Genom HIV mengode 9 protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV I, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya  di ganti oleh Vpx pada HIV II. Vpx meningkatkan infektivitas dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. 

Epidemiologi
Penularan HIV terjadi pada kondisi yang memudahkan terjadinya pertukaran darah atau cairan tubuh yang mengandung virus atau yang terinfeksi virus, yaitu kontak sexual, inokulasi pareneral, dan perjalanan virus dari ibu yang terinfeksi terhadap bayi mereka yang baru lahir. Diantara para penyalahguna obat intravena, penularan terjadi melalui pengunaan jarum, alat suntik atau perlengkapan lain secara bersama yang tercemar oleh darah yang mengandung HIV.

Patogenesis
Virus masuk tubuh menginfeksi sel Langerhans di mukosa rektum/vagina à bergerak dan bereplikasi di KGB setempat à disebar àviremia. Pd fase ini ditemukan Ag virus nukleokapsid p24 dlm darah. Fase ini dikontrol sel T CD8+ & Ab dlm sirkulasi thd p24 & prot envelop gp120 & gp41. Dlm folikel limfoid virus diikat SDà kompleks imun. Destruksi CD4+ berjalan terus dlm kel limfoidà CD4+ menurun dl sirkulasi.

Manifestasi klinis
  • Rasa lelah berkepanjangan
  • Sesak nafas dan batuk berkepanjangan
  • Berat badan turun secara menyolok
  • Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas
  • Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker kulit)
  • Sering demam (lebih dari 38 °C) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
  •  
Perkembangan klinis
Grup I  : infeksi akut oleh HIV, gejala mirip influenza; mereda sempurna, antibodi HIV negatif
Grup II : antibodi HIV positif, tidak ada indikator klinis atau adanya imunodefisiensi
Grup III : anti bodi HIV positif, limfadenopati generalisata persisten
Grup IV A : anti bodi HIV positif, Penyakit konstitusional : demam atau diare menetap, berat     badan turun 10%
Grup IV B : sama seperti grup IV A, penyakit neurologik : demensia, neuropati, mielopati
Grup IV C : Sama seperti grup IV B, limfosit CD4+ kurang dari 200 mm3, infeksi opurtunistik
Grup IV D : Sama dengan IV C, tuberkulosis paru, kanker servik infasif, keganasan yang lain.        

Pemeriksaan penunjang
  1. enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibodi dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi antibodi virus dalam jumlah yang besar. Karena hasil positif-palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar maka hasil uji ELISA yang positf diulang, dan apabila keduanya positf maka dilkukan uji yang lebih spesifik, Western blot yang dilakukan 2 kali.
  2. dengan pemerikasan ada tidaknya virus atau komponen virus sebelum ELISA atau Western blot untuk dapat mendeteksi antibodi . proseur-prosedur iini mencakup biakan virus, pengukuran antigen p24, dan pengukuran DNA dan RNA HIV yang menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) dan RNA HIV 1 plasma.

Pengobatan
Garis Umum
- Pengobatan penderita defisiensi imun menggunakan antibiotik/ antiviral yang tepat, pemberian pooled human immunoglobulin yang teratur.
- Pemberian Globulin Gama Pada penderita defisiensi Ig tertentu
- Pemberian sitokin, Infus sitokin spt IL-2, GM-CSF, M-CSF & INF-γ pada subyek dengan penyakit tertentu
- Tranfusi Netrofil, pada subyek defisiensi fagosit dan pemberian limfosit autologus untuk mengobati severe combined imunodeficiency
- Obat antivirus, Ada 2 jenis untuk mengobati HIV-AIDS:
Analog nukleotide: mencegah aktivitas reverse transkriptase
Inhibitor protease virus: mencegah proses protein prekursor menjadi kapsid virus matang dan protein core. Saat ini Th menggunakan kombinasi 3 obat: protease inhibitor + 2 inhibitor reverse transcriptase
- Terapi genetic somatik à menyisipkan gen normal ke populasi sel yang terkena penyakit